KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan berbagai
observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Pamekasan, 27 Januari 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
B. Rumusan
masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Q.S An Nisa’ Ayat 36
B.
Q.S Hud Ayat 117-119
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Syariat
Islam sungguh indah. Ia mengajarkan adab nan tinggi dan akhlak yang mulia.
Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan selalu berusaha
menjaga keutuhan keluarga. Membersihkan berbagai noda di dada yang akan merusak
hubungan sesama manusia yang satu keluarga. Menyantuni yang tidak punya dan
tidak iri dengki kepada yang kaya.
Silaturahim
adalah resep mustajab untuk ini semua. Bahkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturahim termasuk inti dakwah
Islam, sebagaimana diriwayatkan Abu Umamah, dia berkata: Amr bin ‘Abasah
As-Sulamiradhiyallahu ‘anhu berkata:
Aku
berkata: “Dengan apa Allah mengutusmu?” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallammenjawab: “Allah mengutusku dengan silaturahim,
menghancurkan berhala dan agar Allah ditauhidkan, tidak disekutukan dengan-Nya
sesuatupun.” (HR. Muslim, Kitab Shalatul Musafirin, Bab Islam ‘Amr
bin ‘Abasah, no. 1927)
An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan
hadits ini dengan menyatakan: “Dalam hadits ini terdapat dalil yang sangat
jelas untuk memotivasi silaturahim. Karena NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam mengiringkannya
dengan tauhid dan tidak menyebutkan bagian-bagian Islam yang lain kepadanya
(‘Amr). Beliau hanya menyebutkan yang terpenting, dan beliau awali dengan
silaturahim.” (Syarh Shahih Muslim, 5/354-355, cet. Darul Mu`ayyad)
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
tafsir surah An Nisa’ ayat 36?
2. Bagaimana
tafsir surah Hud ayat 117-119?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui tafsir surah An Nisa’ ayat 36.
2. Untuk
mengetahui tafsir surah Hud ayat 117-119.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Q.S
An Nisa’ Ayat 36
- Redaksi
Ayat
وَعْبُدُوا
اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ
الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦
- Arti
dan Makna Mufordat
a. Kata عبادةَ atau ibadah
dapat ditrejemahkan dengan "mengabdi, menyembah, dantaat". Kata tersebut bisa digambarkan menjadi
"kekohohan" dan "kelemah lembutan". Sebab seseorang
dinamakan mengabdi, menyembah, dan taat mengggambarkan situasi ketiadaberdayaan
karena merasa butuh akan perlindungan atau takut terhadap murka.
b. Kalimat وبالوالدين atau wabil walidayni berarti bakti kepada ibu-bapak. Kata penghubung bi ialah untuk mengandung makna bahwa Allah tidak
menghendaki adanya jarak meski sedikit pun dalam hubungan antara anak dan kedua
orang tuanya. Seorang anak harus selalu dekat kepada ibu-bapaknya.
c. Kata إحسانا atau ihsana memiliki arti terbaik, mencakup segala sesuatu yang menyenangkan dan
disenangi. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan perlakuan yang lebih
baik dari kebaikan ibu-bapak.
d. Kata الجار atau al jaaru berarti tetangga. Sementara
para ulama menetetapkan bahwa tetangga merupakan penghuni yang tinggal di
sekeliling rumah, sejak dari rumah pertama sampai rumah yang ke-40.
e. Kalimat الصاحب بالجنب atau al ashokhibi bil janbi dipahami dalam arti istri, bahkan siapapun yang menyertai seseorang di
rumahnya, termasuk para pembantu rumah tangga.
f. Kata مختالا atau mukhtalan pada dasarnya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya.
Biasanya orang seperti ini berjalan angkuh dan merasa dirinya memiliki
kelebihan dibanding orang lain.
g. Kata فخورا atau fakhuro berarti membanggakan diri dan
mengandung makna kesombingan yang terdengar langsung dari ucapan-ucapan.
- Terjemah
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri”.
- Analisa
Isi
Kandungan dan Tafisr Ayat
a. Ibadah
tanpa kemusyirikan
Menyembah
dan mengabdi kepada Allah SWT dinamakan ibadah. Ibadah yang dilakukan dengan
penuh keikhlasan hati, mengakui keEsaan-Nya serta tidak mempersukutukan-Nya
dengan sesuatu. Ibadah yang dapat kita kerjakan sehari-hari sebagaimana contoh
dari Rasulullah saw adalah sholat, berpuasa, zakat, naik haji dan lain-lain
inilah yang dinamakan dengan ibadah khusus. Sedangkan ibadah umum contohnya
adalah membantu fakir miskin, memelihara dan menolong anak yatim, mengingatkan
sesuatu kepada orang lain jika salah, dan sebagainya. Dalam melakukan ibadah
tersebut harus dibekali niat yang ikhlas, taat dan tidak mempersekutukan Allah
dengan yang lain.
b. Berbuat
baik kepada orang tua
Dengan
berbuat baik kepada ibu dan bapak itu sudah mencakup segala-galanya, baik dari
segi perkataan maupun perbuatan yang dapat membuat mereka bahagia. Berperilaku
lemah lembut dan sopan terhadap keduanya, itu juga termasuk berbuat baik
kepadanya. Mengikuti nasehatnya, selama tidak bertentangan dengan syariat.
Andaikata mereka memerintahkan kepada kita untuk berbuat yang bertentangan
dengan agama, kita boleh tidak mematuhi, tetapi terhadap keduanya tetap dijaga
hubungan baik.
c. Berbuat
baik kepada karib kerabat
Setelah
Allah menyuruh kita berbuat baik kepada ibu-bapak, kemudian Allah menyuruh agar
berbuat baik kepada karib kerabat. Karib kerabat adalah orang-orang yang
memiliki hubungan dekat sesudah ibu bapak, atau umumnya disebut dengan
keluarga.
d. Berbuat
baik kepada anak yatim dan orang miskin
Berbuat baik
kepada anak yatim dan orang miskin ini bukan didasarkan oleh hubungan darah
atau keluarga, akan tetapi semata-mata karena rasa iman kepada Allah SWT.
Sejatinya iman inilah yang menumbuhkan rasa kasih sayang menyantuni anak-anak
yatim dan orang-orang miskin, sebab Al-Qur'an sendiri sudah menjelaskan agar
setiap muslim melakukan hal itu.
e. Berbuat
baik kepada tetangga
Berbuat baik
kepada sesama tetangga juga sangat penting, sebab pada hakikatnya tetangga itu
juga merupakan saudara dan keluarga kita. Jika terjadi suatu masalah yang
menimpa kita, dialah yang paling dulu datang dan memberikan pertolongan kepada
kita baik di pagi, siang, dan malam hari.
f. Berbuat
baik kepada teman sejawat
Perbuatan
ini ditujukan kepada teman yang sama-sama dalam perjalanan, atau sama-sama
dalam belajar. Maka kepada mereka harus diberikan pertolongan sehingga hubungan
berkawan tetap terpelihara. Setia kawan adalah lambang ukhwah islamiyah, yakni
lambang persaudaraan dalam Islam.
g. Berbuat
baik kepada Ibnu Sabil
Berbuat baik
kepada ibnu sabil adalah sikap menolong seseorang yang sedang dalam perjalanan,
atau dalam perantanan yang jauh dari sanak famili dan sedang memerlukan
pertolongan, disaat ia ingin kembali ke negerinya.
Ibnu sabil juga bisa
diartikan sebagai anak yang tidak diketahui ibu bapaknya. Maka kewajiban
seorang mukmin yaitu menolong anak tersebut, memeliharanya serta mencarikan
keberadaan orang tuanya agar anak tersebut tidak terlunta-lunta hidupnya.
h. Berbuat
baik kepada hamba sahaya
Berbuat baik
kepada hamba sahaya ialah dengan jalan memerdekakannya. Namun, di zaman sekarang
ini perbudakan sudah tidak ada lagi, sebab hal itu bertentangan dengan hak
asasi manusia. Agama Islam pun sebenarnya tidak menginginkan adanya perbudakan
itu, karena itu semua hamba sahaya yang bertemu sebelum Islam datang,
berangsur-angsur di merdekakan oleh tuannya sehingga habislah masa perbudakan
itu.
i.
Larangan sombong dan membanggakan diri
Yang
dimaksud orang yang sombong serta membanggakan diri dalam ayat ini ialah
orang-orang yang takabbur dalam gerak-geriknya yang memperlihatkan kebesaran dirinya,
begitu juga dalam pembicaraannya yang nampak sombong, seolah-olah dia merasa
lebih mulia dan menganggap orang lain rendah dan hina.
Sifat
takabbur merupakan hak Allan, bukan hak manusia. Barang siapa yang memiliki
sifat sombong dan takabbur berarti menantang Allah SWT. Biasanya orang-orang
yang seperti ini memiliki hati yang busuk dan kasar budi pekertinya. Dia tidak
bisa menunaikan ibadah dengan ikhlas, sebab ingin dilihat dan dipuji oleh orang
lain.
- Kandungan
Hikmah
a. Hakikat
ibadah menyadari bahwa semua yang ada di dunia dan akhirat kelak berada di
genggaman Allah SWT.
b. Kewajiban
untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua.
c. Kewajiban
untuk menjaga diri agar tidak berbuat sombong dan takabbur, sebab kedua sifat
tersebut adalah perbuatan yang menantang Allah SWT.
- Perilaku
Orang Yang Mengamalkan Isi Kandungan Surah An Nisa’ Ayat 36
a. Berbuat baik kepada orang tua
b. Berbuat kerabat
c. Berbuat baik kepada tetangga dan
lingkungan sekitar
d. Berbuat baik terhadap anak yatim
e. Mempererat tali silaturrahmi
B. Q.S Hud Ayat 117-119
- Redaksi
Ayat
وَمَا
كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ (١١٧)
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ
مُخْتَلِفِينَ (١١٨) إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
(١١٩
- Arti
dan Makna Mufrodat
a. Kata مصلحون atau
orang-orang yang berbuat kebaikan. Seseorang dituntut, paling tidak, menjadi
shalih, yakni seseorang yang memelihara nilai-nilai sesuatu sehingga itu tetap
bertahan sebagaimana adanya, dan yang demikian itu tetap berfungsi dengan baik
dan bisa bermanfaat bagi orang lain.
b. Kata لو sekiranya dalam
firman-Nya: sekiranya Allah menghendaki, menunjukkan bahwa hal tersebut tidak
dikehendaki-Nya, karena kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk
mengandaikan sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau mustahil.
c. Kata أمة atau umat
berarti semua kelompok, baik manusia maupun binatang yang dihimpun oleh
sesuatu, seperti agama yang sama, waktu dan tempat yang sama, baik
penghimpunannya secara terpaksa, maupun atas kehendak mereka sendiri.
d. Kata رحم berarti
hidayah, yakni merupakan tujuan penciptaan, dengan artian tujuan perantara
menuju tujuan akhir yaitu kebahagiaan abadi.
- Terjemah
“Dan Tuhanmu
sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara dzalim, sedang
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. 118. Jikalau Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat, 119. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat
oleh Tuhanmu, dan untuk itulah Allah menciptakan mereka, kalimat Tuhanmu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka
Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”.
- Analisa
Kandungan dan Tafsir Ayat
Menurut
tafsir Kementrian Agama R.I pada ayat 117 Allah SWT, menjelaskan bahwa, Dia
tidak akan membinasakan suatu negeri jikalau penduduk negeri tersebut masih
gemar berbuat kebajikan, tidak mengadakan kelaliman seperti tidak melakukan
perbuatan liwat (suka sesama jenis bagi kaum laki-laki) seperti halnya kaum
Nabi Luth a.s., tidak mengurangi timbangan sebagaimana halnya kaum Nabi Syuaib
a.s., tidak patuh kepada pimpinannya yang kejam dan bengis seperti halnya
Fir'aun, dan kejahatan lain, karena yang demikian itu adalah suatu kelaliman.
Dan sungguh Allah SWT mustahil menyuruh melakukan yang demikian itu.
Pada ayat
118 Allah SWT menjelaskan bahwa kalau Dia menghendaki, maka manusia menjadi umat yang satu dalam
beragama sesuai dengan fitrah asal kejadiannya, tidak memiliki ikhtiar sehingga
samalah mereka itu seperti semut dan lebah yang hidup bermasyarakat dan seperti
malaikat yang hidup dalam kerohanian yang diciptakan hanya untuk patuh dan taat
kepada Allah, berakidah yang benar, dan tidak pernah berbuat ingkar maupun
khianat. Tetapi Allah SWT menjadikan manusia itu mempunyai usaha berbuat dengan
ikhtiar tanpa adanya paksaan dan dijadikan berbeda-beda tentang kemampuan dan
pengetahuannya.
Demikian
kehendak Allah SWT mengenai kejadian manusia. Ada yang mendapat rahmat, taufiq,
dan hidayah dari Allah SWT, sehingga tetaplah mereka bersatu dan menggalang
persatuan, maka mereka adalah termasuk golongan orang-orang yang gembira dan
akan ditempatkan di surga. Ada pula yang tak putus-putusnya dan merakalah
termasuk golongan orang-orang celaka yang akan menjadi penghuni neraka.
Allah SWT
juga mengakhiri ayat ini dengan satu ketegasan bahwa telah menjadi kehendak-Nya
akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia yang selalu berbuat jahat
dan dosa selama masih hidup di muka bumi ini. Demikian tafsir Kementrian Agama
R.I pada ayat ke 119.
- Kandungan
Hikmah
a. Sebagai
makhluk ciptaan Allah yang mewarisi nilai-nilai Ketuhanan berdasar keteladannya
terhadap Rasulullah SAW, sangat tidak wajar jika manusia melakukan sifat
munkar. Jika itu adalah pilihannya tentu Allah akan mendatangkan adzab
kepadanya.
b. Allah tidak
menjadikan manusia sebagai umat yang satu, mengandung banyak hikmah bahwa Allah
memberi keluasan dalam mengembangkan potensinya demi kemaslahatan umat.
c. Atas Kasih
dan Sayang Allah serta penghormatan yang tinggi terhadap manusia yang berbuat
kebajikan, Allah akan membalasnya dengan menghindarkan suatu kaum dari
kehancuran peradaban/tatanan yang telah dibangun.
- Perilaku
Orang Yang Mengamalkan Surah Hud Ayat 117-119
a. Saling menghargai / toleransi
b. Selalu berbuat kebajikan
c. Selalu melakukan sifat yang munkar
d. Dan dapat mimilah mana yang hak dan yang
batil
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Q.S. An- Nisa’:36 dan Q.S. Hud: 117-119 yang telah
dijekaskan secara rinci seperti di atas, maka kita dapat mengambil sebuah
pelajaran yang besar dalam hidup kita Q.S. An Nisa':36 dan Q.S. Hud: 117-119 memberi
ajaran bagi kita dalam menjalani hidup dengan orang-orang yang telah tercantum diatas.
Kesimpulan dari Q.S. An Nisa’:36
antara lain:
1.
Kita harus menhormati, menyanyangi,
serta membalas jasa orang tua yang telah merawat, membesarkan, dan mendidik
kita tanpa memperlihatkan rasa keluh kesah yang mereka rasakan.
2.
Kita sebagai manusia sosial sangat
butuh bantuan dari orang lain, maka dari itu kita harus menyambung silturrahmi
kita kepada para karib kerabat baik yang dekat maupun jauh dari kita.
3.
Kita sebagai umat muslim haruslah
kita selalu bersikap dan berbuat baik kepada anak yatim, janganlah memakan
harta anak yatim, serta jangan berbuat deskriminasi.Karena semua hal itu
merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah Ta’ala.
4.
Janganlah kita selalu merendahkan
orang-orang miskin, karena di mata Allah orang miskin sangatlah terpuji.Orang-orang
miskin memiliki hak untuk hidup.
5.
Kita hidup pasti berdampingan dengan
tetangga.Ketika kita hidup tanpa seorang tetangga hidup kita akan hampa, maka
dari itu pergauilah dengan baik tetangga kita serta jaga silaturrahim.
6.
Semua orang pasti butuh dengan
seorang teman, teman dapat kita jadikan sebagai tempata curahan kita.Seharusnya
kita janganlah memlah-nilih dalam urusan teman, namun kita harus lebih
selektif.
7.
Hamba sahaya merupakan seorang budak
yang hidup pada zaman Rasulullah, memang pada era sekarang tidak ada
budak.Tetapi hampir mirip dengan pembantu rumah tangga.Semua orang memilki hak,
jadi kita tidak boleh menghalangi hak orang lain.
Maka sama halnya dengan surah An
Nisa’, surah Hud juga terdapat beberapa kesimpulan yang antara lain adalah
sebagai berikut:
- Bawha
pada surah Hud ayat 117 menjelaskan, kita sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT. yang mewarisi nilai-nilai ketuhanan yang berdasar keteladanannya
terhadap Rosulullah SAW. Sangat tidak wajar apabila manusia melakukan
sifat munkar. Jika ia melanggar apa yang di perintah Allah, maka adzab
kepadanya.
- Pada
ayat 118 menjelaskan, Allah tidak menjadikan manusia umat yang satu,
artinya manusia tidak hidup sendiri, kita hidup di dunia sebagai makhluk
yang saling menghargai yang namanya keanekaragaman budaya, karena manusia
adalah zone politicon, tidak dapat hidup sendiri, dan akan
memerlukan bantuan orang lain, yang tentunya untuk kemaslahatan bersama
dan membawa kemanfaatan.
- Sedangkan
di ayat 119 dijelaskan, atas kasih sayang Allah serta penghormatan
terhadap manusia yang berbuat kebajikan, maka Allah nantinya akan membalas
dengan menghindarkan suatu kaum dari kehancuran peradaban yang telah
dibangun
B. Saran
Penulis
menyadari makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna. Akan tetapi, bukan
berarti makalah ini tidak berguna dan bermanfaat. Besar sekali harapan yang
terpendam dalam hati penulis semoga makalah ini dapat memberikan bantuan pada
suatu saat terhadap makalah lain dengan tema yang sama. Dan dapat dijadikan
referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA