Minggu, 27 Januari 2019

MAKALAH TAFSIR SURAH AN NISA’ AYAT 36 DAN SURAH HUD AYAT 117-119


KATA PENGANTAR 
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Pamekasan, 27 Januari 2019

Penyusun








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
B.     Rumusan masalah
C.     Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Q.S An Nisa’ Ayat 36
B.     Q.S Hud Ayat 117-119
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Syariat Islam sungguh indah. Ia mengajarkan adab nan tinggi dan akhlak yang mulia. Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan selalu berusaha menjaga keutuhan keluarga. Membersihkan berbagai noda di dada yang akan merusak hubungan sesama manusia yang satu keluarga. Menyantuni yang tidak punya dan tidak iri dengki kepada yang kaya.
Silaturahim adalah resep mustajab untuk ini semua. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturahim termasuk inti dakwah Islam, sebagaimana diriwayatkan Abu Umamah, dia berkata: Amr bin ‘Abasah As-Sulamiradhiyallahu ‘anhu berkata:
Aku berkata: “Dengan apa Allah mengutusmu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab: “Allah mengutusku dengan silaturahim, menghancurkan berhala dan agar Allah ditauhidkan, tidak disekutukan dengan-Nya sesuatupun.” (HR. Muslim, Kitab Shalatul Musafirin, Bab Islam ‘Amr bin ‘Abasah, no. 1927)
An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan hadits ini dengan menyatakan: “Dalam hadits ini terdapat dalil yang sangat jelas untuk memotivasi silaturahim. Karena NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam mengiringkannya dengan tauhid dan tidak menyebutkan bagian-bagian Islam yang lain kepadanya (‘Amr). Beliau hanya menyebutkan yang terpenting, dan beliau awali dengan silaturahim.” (Syarh Shahih Muslim, 5/354-355, cet. Darul Mu`ayyad)
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tafsir surah An Nisa’ ayat 36?
2.      Bagaimana tafsir surah Hud ayat 117-119?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui tafsir surah An Nisa’ ayat 36.
2.      Untuk mengetahui tafsir surah Hud ayat 117-119.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Q.S An Nisa’ Ayat 36
  1. Redaksi Ayat
وَعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦
  1. Arti dan Makna Mufordat
a.       Kata عبادةَ atau ibadah dapat ditrejemahkan dengan "mengabdi, menyembah, dantaat". Kata tersebut bisa digambarkan menjadi "kekohohan" dan "kelemah lembutan". Sebab seseorang dinamakan mengabdi, menyembah, dan taat mengggambarkan situasi ketiadaberdayaan karena merasa butuh akan perlindungan atau takut terhadap murka.
b.      Kalimat وبالوالدين atau wabil walidayni berarti bakti kepada ibu-bapak. Kata penghubung bi ialah untuk mengandung makna bahwa Allah tidak menghendaki adanya jarak meski sedikit pun dalam hubungan antara anak dan kedua orang tuanya. Seorang anak harus selalu dekat kepada ibu-bapaknya.
c.       Kata إحسانا atau ihsana memiliki arti terbaik, mencakup segala sesuatu yang menyenangkan dan disenangi. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan perlakuan yang lebih baik dari kebaikan ibu-bapak.
d.      Kata الجار atau al jaaru berarti tetangga. Sementara para ulama menetetapkan bahwa tetangga merupakan penghuni yang tinggal di sekeliling rumah, sejak dari rumah pertama sampai rumah yang ke-40.
e.       Kalimat الصاحب بالجنب atau al ashokhibi bil janbi dipahami dalam arti istri, bahkan siapapun yang menyertai seseorang di rumahnya, termasuk para pembantu rumah tangga.
f.       Kata مختالا atau mukhtalan pada dasarnya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya. Biasanya orang seperti ini berjalan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibanding orang lain.
g.      Kata فخورا atau fakhuro berarti membanggakan diri dan mengandung makna kesombingan yang terdengar langsung dari ucapan-ucapan.
  1. Terjemah
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
  1. Analisa Isi Kandungan dan Tafisr Ayat
a.       Ibadah tanpa kemusyirikan
Menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT dinamakan ibadah. Ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan hati, mengakui keEsaan-Nya serta tidak mempersukutukan-Nya dengan sesuatu. Ibadah yang dapat kita kerjakan sehari-hari sebagaimana contoh dari Rasulullah saw adalah sholat, berpuasa, zakat, naik haji dan lain-lain inilah yang dinamakan dengan ibadah khusus. Sedangkan ibadah umum contohnya adalah membantu fakir miskin, memelihara dan menolong anak yatim, mengingatkan sesuatu kepada orang lain jika salah, dan sebagainya. Dalam melakukan ibadah tersebut harus dibekali niat yang ikhlas, taat dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain.
b.      Berbuat baik kepada orang tua
Dengan berbuat baik kepada ibu dan bapak itu sudah mencakup segala-galanya, baik dari segi perkataan maupun perbuatan yang dapat membuat mereka bahagia. Berperilaku lemah lembut dan sopan terhadap keduanya, itu juga termasuk berbuat baik kepadanya. Mengikuti nasehatnya, selama tidak bertentangan dengan syariat. Andaikata mereka memerintahkan kepada kita untuk berbuat yang bertentangan dengan agama, kita boleh tidak mematuhi, tetapi terhadap keduanya tetap dijaga hubungan baik.


c.       Berbuat baik kepada karib kerabat
Setelah Allah menyuruh kita berbuat baik kepada ibu-bapak, kemudian Allah menyuruh agar berbuat baik kepada karib kerabat. Karib kerabat adalah orang-orang yang memiliki hubungan dekat sesudah ibu bapak, atau umumnya disebut dengan keluarga.
d.      Berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin
Berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin ini bukan didasarkan oleh hubungan darah atau keluarga, akan tetapi semata-mata karena rasa iman kepada Allah SWT. Sejatinya iman inilah yang menumbuhkan rasa kasih sayang menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin, sebab Al-Qur'an sendiri sudah menjelaskan agar setiap muslim melakukan hal itu.
e.       Berbuat baik kepada tetangga
Berbuat baik kepada sesama tetangga juga sangat penting, sebab pada hakikatnya tetangga itu juga merupakan saudara dan keluarga kita. Jika terjadi suatu masalah yang menimpa kita, dialah yang paling dulu datang dan memberikan pertolongan kepada kita baik di pagi, siang, dan malam hari.
f.       Berbuat baik kepada teman sejawat
Perbuatan ini ditujukan kepada teman yang sama-sama dalam perjalanan, atau sama-sama dalam belajar. Maka kepada mereka harus diberikan pertolongan sehingga hubungan berkawan tetap terpelihara. Setia kawan adalah lambang ukhwah islamiyah, yakni lambang persaudaraan dalam Islam.
g.      Berbuat baik kepada Ibnu Sabil
Berbuat baik kepada ibnu sabil adalah sikap menolong seseorang yang sedang dalam perjalanan, atau dalam perantanan yang jauh dari sanak famili dan sedang memerlukan pertolongan, disaat ia ingin kembali ke negerinya.
Ibnu sabil juga bisa diartikan sebagai anak yang tidak diketahui ibu bapaknya. Maka kewajiban seorang mukmin yaitu menolong anak tersebut, memeliharanya serta mencarikan keberadaan orang tuanya agar anak tersebut tidak terlunta-lunta hidupnya.
h.      Berbuat baik kepada hamba sahaya
Berbuat baik kepada hamba sahaya ialah dengan jalan memerdekakannya. Namun, di zaman sekarang ini perbudakan sudah tidak ada lagi, sebab hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Agama Islam pun sebenarnya tidak menginginkan adanya perbudakan itu, karena itu semua hamba sahaya yang bertemu sebelum Islam datang, berangsur-angsur di merdekakan oleh tuannya sehingga habislah masa perbudakan itu.
i.        Larangan sombong dan membanggakan diri
Yang dimaksud orang yang sombong serta membanggakan diri dalam ayat ini ialah orang-orang yang takabbur dalam gerak-geriknya yang memperlihatkan kebesaran dirinya, begitu juga dalam pembicaraannya yang nampak sombong, seolah-olah dia merasa lebih mulia dan menganggap orang lain rendah dan hina.
Sifat takabbur merupakan hak Allan, bukan hak manusia. Barang siapa yang memiliki sifat sombong dan takabbur berarti menantang Allah SWT. Biasanya orang-orang yang seperti ini memiliki hati yang busuk dan kasar budi pekertinya. Dia tidak bisa menunaikan ibadah dengan ikhlas, sebab ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain.
  1. Kandungan Hikmah
a.       Hakikat ibadah menyadari bahwa semua yang ada di dunia dan akhirat kelak berada di genggaman Allah SWT.
b.      Kewajiban untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua.
c.       Kewajiban untuk menjaga diri agar tidak berbuat sombong dan takabbur, sebab kedua sifat tersebut adalah perbuatan yang menantang Allah SWT.
  1. Perilaku Orang Yang Mengamalkan Isi Kandungan Surah An Nisa’ Ayat 36
a.       Berbuat baik kepada orang tua
b.      Berbuat kerabat
c.       Berbuat baik kepada tetangga dan lingkungan sekitar
d.      Berbuat baik terhadap anak yatim
e.       Mempererat tali silaturrahmi
B.     Q.S Hud Ayat 117-119
  1. Redaksi Ayat
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ (١١٧)  وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (١١٨) إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (١١٩
  1. Arti dan Makna Mufrodat
a.       Kata مصلحون atau orang-orang yang berbuat kebaikan. Seseorang dituntut, paling tidak, menjadi shalih, yakni seseorang yang memelihara nilai-nilai sesuatu sehingga itu tetap bertahan sebagaimana adanya, dan yang demikian itu tetap berfungsi dengan baik dan bisa bermanfaat bagi orang lain.
b.      Kata لو sekiranya dalam firman-Nya: sekiranya Allah menghendaki, menunjukkan bahwa hal tersebut tidak dikehendaki-Nya, karena kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk mengandaikan sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau mustahil.
c.       Kata أمة atau umat berarti semua kelompok, baik manusia maupun binatang yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sama, waktu dan tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa, maupun atas kehendak mereka sendiri.
d.      Kata رحم berarti hidayah, yakni merupakan tujuan penciptaan, dengan artian tujuan perantara menuju tujuan akhir yaitu kebahagiaan abadi.
  1. Terjemah
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara dzalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. 118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, 119. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu, dan untuk itulah Allah menciptakan mereka, kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.
  1. Analisa Kandungan dan Tafsir Ayat
Menurut tafsir Kementrian Agama R.I pada ayat 117 Allah SWT, menjelaskan bahwa, Dia tidak akan membinasakan suatu negeri jikalau penduduk negeri tersebut masih gemar berbuat kebajikan, tidak mengadakan kelaliman seperti tidak melakukan perbuatan liwat (suka sesama jenis bagi kaum laki-laki) seperti halnya kaum Nabi Luth a.s., tidak mengurangi timbangan sebagaimana halnya kaum Nabi Syuaib a.s., tidak patuh kepada pimpinannya yang kejam dan bengis seperti halnya Fir'aun, dan kejahatan lain, karena yang demikian itu adalah suatu kelaliman. Dan sungguh Allah SWT mustahil menyuruh melakukan yang demikian itu.
Pada ayat 118 Allah SWT menjelaskan bahwa kalau Dia menghendaki, maka manusia menjadi umat yang satu dalam beragama sesuai dengan fitrah asal kejadiannya, tidak memiliki ikhtiar sehingga samalah mereka itu seperti semut dan lebah yang hidup bermasyarakat dan seperti malaikat yang hidup dalam kerohanian yang diciptakan hanya untuk patuh dan taat kepada Allah, berakidah yang benar, dan tidak pernah berbuat ingkar maupun khianat. Tetapi Allah SWT menjadikan manusia itu mempunyai usaha berbuat dengan ikhtiar tanpa adanya paksaan dan dijadikan berbeda-beda tentang kemampuan dan pengetahuannya.
Demikian kehendak Allah SWT mengenai kejadian manusia. Ada yang mendapat rahmat, taufiq, dan hidayah dari Allah SWT, sehingga tetaplah mereka bersatu dan menggalang persatuan, maka mereka adalah termasuk golongan orang-orang yang gembira dan akan ditempatkan di surga. Ada pula yang tak putus-putusnya dan merakalah termasuk golongan orang-orang celaka yang akan menjadi penghuni neraka.
Allah SWT juga mengakhiri ayat ini dengan satu ketegasan bahwa telah menjadi kehendak-Nya akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia yang selalu berbuat jahat dan dosa selama masih hidup di muka bumi ini. Demikian tafsir Kementrian Agama R.I pada ayat ke 119.
  1. Kandungan Hikmah
a.       Sebagai makhluk ciptaan Allah yang mewarisi nilai-nilai Ketuhanan berdasar keteladannya terhadap Rasulullah SAW, sangat tidak wajar jika manusia melakukan sifat munkar. Jika itu adalah pilihannya tentu Allah akan mendatangkan adzab kepadanya.
b.      Allah tidak menjadikan manusia sebagai umat yang satu, mengandung banyak hikmah bahwa Allah memberi keluasan dalam mengembangkan potensinya demi kemaslahatan umat.
c.       Atas Kasih dan Sayang Allah serta penghormatan yang tinggi terhadap manusia yang berbuat kebajikan, Allah akan membalasnya dengan menghindarkan suatu kaum dari kehancuran peradaban/tatanan yang telah dibangun.
  1. Perilaku Orang Yang Mengamalkan Surah Hud Ayat 117-119
a.       Saling menghargai / toleransi
b.      Selalu berbuat kebajikan
c.       Selalu melakukan sifat yang munkar
d.      Dan dapat mimilah mana yang hak dan yang batil













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah Q.S. An- Nisa’:36 dan Q.S. Hud: 117-119 yang telah dijekaskan secara rinci seperti di atas, maka kita dapat mengambil sebuah pelajaran yang besar dalam hidup kita Q.S. An Nisa':36 dan Q.S. Hud: 117-119 memberi ajaran bagi kita dalam menjalani hidup dengan orang-orang yang telah tercantum diatas.
Kesimpulan dari Q.S. An Nisa’:36 antara lain:
1.      Kita harus menhormati, menyanyangi, serta membalas jasa orang tua yang telah merawat, membesarkan, dan mendidik kita tanpa memperlihatkan rasa keluh kesah yang mereka rasakan.
2.      Kita sebagai manusia sosial sangat butuh bantuan dari orang lain, maka dari itu kita harus menyambung silturrahmi kita kepada para karib kerabat baik yang dekat maupun jauh dari kita.
3.      Kita sebagai umat muslim haruslah kita selalu bersikap dan berbuat baik kepada anak yatim, janganlah memakan harta anak yatim, serta jangan berbuat deskriminasi.Karena semua hal itu merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah Ta’ala.
4.      Janganlah kita selalu merendahkan orang-orang miskin, karena di mata Allah orang miskin sangatlah terpuji.Orang-orang miskin memiliki hak untuk hidup.
5.      Kita hidup pasti berdampingan dengan tetangga.Ketika kita hidup tanpa seorang tetangga hidup kita akan hampa, maka dari itu pergauilah dengan baik tetangga kita serta jaga silaturrahim.
6.      Semua orang pasti butuh dengan seorang teman, teman dapat kita jadikan sebagai tempata curahan kita.Seharusnya kita janganlah memlah-nilih dalam urusan teman, namun kita harus lebih selektif.
7.      Hamba sahaya merupakan seorang budak yang hidup pada zaman Rasulullah, memang pada era sekarang tidak ada budak.Tetapi hampir mirip dengan pembantu rumah tangga.Semua orang memilki hak, jadi kita tidak boleh menghalangi hak orang lain.
Maka sama halnya dengan surah An Nisa’, surah Hud juga terdapat beberapa kesimpulan yang antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Bawha pada surah Hud ayat 117 menjelaskan, kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. yang mewarisi nilai-nilai ketuhanan yang berdasar keteladanannya terhadap Rosulullah SAW. Sangat tidak wajar apabila manusia melakukan sifat munkar. Jika ia melanggar apa yang di perintah Allah, maka adzab kepadanya.
  2. Pada ayat 118 menjelaskan, Allah tidak menjadikan manusia umat yang satu, artinya manusia tidak hidup sendiri, kita hidup di dunia sebagai makhluk yang saling menghargai yang namanya keanekaragaman budaya, karena manusia adalah zone politicon, tidak dapat hidup sendiri, dan akan memerlukan bantuan orang lain, yang tentunya untuk kemaslahatan bersama dan membawa kemanfaatan.
  3. Sedangkan di ayat 119 dijelaskan, atas kasih sayang Allah serta penghormatan terhadap manusia yang berbuat kebajikan, maka Allah nantinya akan membalas dengan menghindarkan suatu kaum dari kehancuran peradaban yang telah dibangun
B.     Saran
Penulis menyadari makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna. Akan tetapi, bukan berarti makalah ini tidak berguna dan bermanfaat. Besar sekali harapan yang terpendam dalam hati penulis semoga makalah ini dapat memberikan bantuan pada suatu saat terhadap makalah lain dengan tema yang sama. Dan dapat dijadikan referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan.









DAFTAR PUSTAKA

Lestarikan Budaya Tradisional, Warga Desa Pakong dan Desa Bicorong adakan Lomba Layang-Layang Hias

PAKONG - Mukhtar membuka secara langsung mengenai gelaran lomba layang-layang dalam rangka memeriahkan HUT RI yang ke-77. Dalam rangka memer...